LiniEkonomi.com - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Jumat (12/4/2024), terpantau on pada level Rp 16.007,35 per 1 dolar US pada Google Finance pada pukul 12.23 WIB.
Pelemahan ini sejalan dengan mayoritas mata uang Asia lainnya, dipicu oleh data inflasi dan tenaga kerja AS yang panas.
Berdasarkan data Refinitiv, nilai tukar rupiah Non Deliverable Forward (NDF) untuk kontrak 1 bulan tercatat Rp 16.094,86 untuk bid dan Rp 16.113,14 untuk offer, menembus level Rp 16.000.
Melemahnya rupiah terjadi pada pusaran pasar domestik yang masih libur Lebaran. Perdagangan baru akan dibuka kembali pada Selasa (17/4/2024). Pada perdagangan terakhir sebelum libur Lebaran (Jumat, 5/4/2024), rupiah sempat menguat 0,31 persen ke posisi Rp 15.840 per satu dolar AS.
Inflasi AS Melonjak, Peluang The Fed Tahan Suku Bunga Meningkat
Melemahnya mata uang Asia dipicu oleh data inflasi AS di luar dugaan yang menanjak ke 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti - di luar makanan dan energi - stagnan di angka 3,8 persen.
Baca Juga: Investor Tunggu Sinyal The Fed, Bursa Asia Masih Variatif
Selain itu, data tenaga kerja AS menunjukkan penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls, jauh berada pada atas ekspektasi pasar 200.000.
Lonjakan inflasi dan data tenaga kerja yang kuat ini menimbulkan kekhawatiran kalangan investor bahwa bank sentral AS (The Fed) akan menahan suku bunga lebih lama.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga Jadi Angin Segar Buat Indonesia
Perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini bertaruh 23,6 persen The Fed akan memangkas suku bunga pada Juni 2024. Angka ini turun drastis dibandingkan dua pekan lalu yang mencapai 70 persenan.
"Devaluasi mata uang Asia terkait erat dengan kebijakan suku bunga tingkat global," ujar Deniz Istikbal, ekonom Foundation for Political, Economic and Social Research (SETA), kepada Reuters.
Ekonom Citi Bank menambahkan bahwa pelemahan mata uang asing disebabkan oleh ketidakpastian pasar mengenai kapan The Fed akan memangkas suku bunga. "Posisi The Fed semakin sulit dan pelaku pasar bertanya-tanya kapan suku bunga dipangkas," tutur ekonom Citi.
Analisis dan Prospek
Melemahnya rupiah menurut prediksi bakal berlanjut dalam beberapa hari ke depan, seiring dengan respons pasar terhadap data inflasi dan tenaga kerja AS. Peluang The Fed untuk menahan suku bunga lebih lama semakin besar, menekan sentimen investor terhadap mata uang berisiko seperti rupiah.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah: Apa Sentimen Buruk Saat ini?
Namun, perlu dicatat bahwa pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor domestik, seperti kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan kondisi ekonomi nasional. BI diperkirakan akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah, seperti intervensi di pasar valas.
Investor perlu mencermati perkembangan data ekonomi global dan domestik, serta kebijakan moneter Bank Indonesia dan The Fed, untuk memprediksi arah pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. [*]