LiniEkonomi.com - Kebijakan pemerintah menaikkan tarif pajak menuai pro dan kontra di masyarakat. Simak dampak kenaikan pajak terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat.
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif pajak kerap menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Langkah tersebut berpotensi memicu dampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional maupun daya beli masyarakat.
Berdasarkan data yang beredar, kenaikan pajak di proyeksikan akan menambah pendapatan negara. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga berpeluang memicu perlambatan ekonomi akibat berkurangnya daya beli masyarakat.
Pengamat ekonomi menyampaikan, kenaikan bea berpotensi menekan konsumsi rumah tangga. Pasalnya, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar pajak, sehingga memperkecil porsi pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa.
Selain itu, kenaikan pajak juga dapat memicu peningkatan biaya produksi bagi pelaku usaha. Konsekuensinya, harga barang dan jasa berpeluang mengalami kenaikan yang pada akhirnya akan jadi beban konsumen atau masyarakat.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga Jadi Angin Segar Buat Indonesia
Meski demikian, pemerintah meyakini kebijakan menaikkan pajak amat perlu guna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan infrastruktur dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Menkeu Sri Mulyani pada Rapat Kerja Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, Selasa (19/3/2024) menyampaikan, penerimaan pajak sampai medio Februari 2024 mencapai Rp269,02 triliun atau 13,53 persen.
Penerimaan pajak sampai Februari 2024 tersebut meningkat dari angak proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penerimaan pajak Februari tersebut naik sebesar 119,77 triliun rupiah, akan tetapi tetap dianggap susut 29,48 triliun, dari pencapaian Januari 149,25 triliun.
Sebab terkontraksi bulanan (month-to-month/mtm) maupun tahunan atau (year-on-year/yoy) dengan masing-masing 19,75 persen dan 3,9 persen.
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan analisa mengapa penerimaan pajak pada Februari menurun bila membandingkan Januari. Lantaran pada bulan Januari mendapat bonus dari libur natal 2023 dan tahun baru 2024.
Kendati demikian, Indonesia masih bisa tersenyum sebab pajak bruto alias tanpa restitusi masih tinggi tahun ini dari pada 2023.
Sebelumnya pada 12 Februari 2024, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 7 tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut pertalian atas kebijakan pemerintahan Jokowi di tahun lalu dengan Peraturan Menkeu Nomor 120 tahun 2023.
Alasan menerbitkan PMK tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 - Bagian II.
Guna mendorong daya beli masyarakat, dan salah satunya melalui pemberian fasilitas kepada masyarakat, sebagai landing page pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berapa Pajak Indonesia 2024 dan 2025
Pada tahun ini atau 2024 pemerintah era Jokowi menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen (%).
Menaikan pajak 11 persen sebagai bentuk penyesuaian PPN 12 persen pada 2025 mendatang. Pengaturan tarif pajak termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berlakukanya pajak 11 persen, akan mulai 1 April 2024. Sedangkan tarif PPN 2025 senilai 12 persen kemungkinan 1 Januari 2025, rencananya.
Kenaikan tarif tersebut terdapat dalam pasal Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Tarif 12 persen akan membuat masyarakat menjerit, belum lagi dengan kenaikan harga bahan pokok," kata Ariawan Rahmat, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute.
Katanya lagi, naiknya tarif PPN memicu daya beli masyarakat daerah rendah, kemudian lebih parahnya pada saat bersamaan naik pula harga bahan pokok.
Agar harga tetap stabil maka bagi para pedagang beras, daging, buah dan sayuran serta sektor UMKM lainnya. Mestinya tidak jadi sapi perah, maka sebagai solusi dengan memakai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai.
Baca Juga: Sikat! Harga Emas Antam Merosot Rp 8.000, Berburu Harta Karun!
"Jika memang masih ngotot, tapi ada keringanan," katanya.
Besar kemungkinan, sambung Ariawan Rahmat. Program Presiden RI Joko Widodo bakal berjalan pada masa pemerintahan presiden terpilih.
Artinya Prabowo-Gibran akan melanjutkan program presiden ketujuh, baik secara infrastruktur maupun kebijakan tarif PPN. [*]