Penerimaan pajak sampai Februari 2024 tersebut meningkat dari angak proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penerimaan pajak Februari tersebut naik sebesar 119,77 triliun rupiah, akan tetapi tetap dianggap susut 29,48 triliun, dari pencapaian Januari 149,25 triliun.
Sebab terkontraksi bulanan (month-to-month/mtm) maupun tahunan atau (year-on-year/yoy) dengan masing-masing 19,75 persen dan 3,9 persen.
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan analisa mengapa penerimaan pajak pada Februari menurun bila membandingkan Januari. Lantaran pada bulan Januari mendapat bonus dari libur natal 2023 dan tahun baru 2024.
Kendati demikian, Indonesia masih bisa tersenyum sebab pajak bruto alias tanpa restitusi masih tinggi tahun ini dari pada 2023.
Sebelumnya pada 12 Februari 2024, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 7 tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut pertalian atas kebijakan pemerintahan Jokowi di tahun lalu dengan Peraturan Menkeu Nomor 120 tahun 2023.
Alasan menerbitkan PMK tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 - Bagian II.
Guna mendorong daya beli masyarakat, dan salah satunya melalui pemberian fasilitas kepada masyarakat, sebagai landing page pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berapa Pajak Indonesia 2024 dan 2025
Pada tahun ini atau 2024 pemerintah era Jokowi menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen (%).
Menaikan pajak 11 persen sebagai bentuk penyesuaian PPN 12 persen pada 2025 mendatang. Pengaturan tarif pajak termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berlakukanya pajak 11 persen, akan mulai 1 April 2024. Sedangkan tarif PPN 2025 senilai 12 persen kemungkinan 1 Januari 2025, rencananya.
Kenaikan tarif tersebut terdapat dalam pasal Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Tarif 12 persen akan membuat masyarakat menjerit, belum lagi dengan kenaikan harga bahan pokok," kata Ariawan Rahmat, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute.
Katanya lagi, naiknya tarif PPN memicu daya beli masyarakat daerah rendah, kemudian lebih parahnya pada saat bersamaan naik pula harga bahan pokok.
Agar harga tetap stabil maka bagi para pedagang beras, daging, buah dan sayuran serta sektor UMKM lainnya. Mestinya tidak jadi sapi perah, maka sebagai solusi dengan memakai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai.
Baca Juga: Sikat! Harga Emas Antam Merosot Rp 8.000, Berburu Harta Karun!
"Jika memang masih ngotot, tapi ada keringanan," katanya.
Besar kemungkinan, sambung Ariawan Rahmat. Program Presiden RI Joko Widodo bakal berjalan pada masa pemerintahan presiden terpilih.
Artinya Prabowo-Gibran akan melanjutkan program presiden ketujuh, baik secara infrastruktur maupun kebijakan tarif PPN. [*]