LiniEkonomi.com - Gagasan calon presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Badan Penerimaan Pajak Nasional dalam upaya meningkatkan rasio pajak Indonesia menuai tanggapan dari berbagai pihak.
Ekonom dari Pusat Reformasi Ekonomi (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menyambut baik konsep tersebut, namun juga menyoroti risiko yang perlu di-waspadai.
Manilet mengakui bahwa pembentukan badan otonom pengumpul pajak yang terpisah dari Kementerian Keuangan. Dapat menjadi langkah strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Namun, ia memperingatkan bahwa badan tersebut rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu yang justru kontraproduktif.
"Dalam upaya membentuk badan otonom pengumpul pajak, pemerintah perlu mewaspadai dan mengantisipasi potensi campur tangan kepentingan politik yang dapat mengancam independensi dan objektivitas lembaga tersebut.
Hubungan antara badan pajak dan pemerintah harus dikelola dengan sangat hati-hati agar terhindar dari intervensi politik yang merugikan," tegas Manilet.
Contoh serupa pernah terjadi di Peru melalui lembaga bernama SUNAT yang berhasil meningkatkan penerimaan pajak negara tersebut.
Meski demikian, pengalaman SUNAT di Peru juga menunjukkan bahwa lembaga sejenis pernah menghadapi hambatan berupa intervensi politik yang dapat mengganggu dan menurunkan kinerja mereka dalam mengumpulkan penerimaan pajak.
Oleh karena itu, Manilet menyarankan agar pemerintah melakukan kajian mendalam terlebih dahulu sebelum membentuk Badan Penerimaan Nasional.
Selain risiko politisasi, pemerintah juga perlu mengkaji faktor-faktor di balik keberhasilan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, dalam melakukan reformasi perpajakan mereka.
Misalnya, Vietnam sukses mendorong pertumbuhan sektor manufakturnya beberapa tahun terakhir. Yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak mereka hingga mencapai 18 persen pada tahun 2022.
Sementara itu, rasio pajak Indonesia pada 2022 baru mencapai 10,39 persen, jauh tertinggal dari Vietnam maupun Thailand yang sudah mencapai 16 persen. Rendahnya penerimaan pajak inilah yang mendasari gagasan Prabowo untuk membentuk badan otonom pengumpul pajak.
Soal Pajak Belajarlah Kasus Peru
Studi kasus di Peru menjadi peringatan bahwa pembentukan lembaga otonom pengumpul pajak tanpa kajian yang komprehensif.
Berpotensi mengalami kegagalan akibat rentan terhadap intervensi dan penyalahgunaan untuk kepentingan politik tertentu.
Baca Juga: Anies Baswedan Temui Tim Hukum Nasional AMIN Bahas Pelanggaran Pemilu
Intervensi politik yang merugikan harus membutuhkan pencegahan demi menjaga kredibilitas dan kinerja badan tersebut.
Dengan mempelajari faktor keberhasilan negara tetangga dalam reformasi perpajakan dan menghindari risiko politisasi.
Berharap pembentukan Badan Penerimaan Nasional dapat meningkatkan rasio pajak Indonesia secara optimal.
Pemerintah juga harus memastikan hubungan badan tersebut dengan pemerintah terkelola secara profesional, independen, dan akuntabel. [*]