JAKARTA, LINIEKONOMI.COM - Pemerintah membentuk Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan untuk mengatasi kesenjangan akses keuangan gender dan mendorong digitalisasi sektor UMKM perempuan.
Pembentukan Satgas ini didasarkan pada Surat Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024. Satgas akan berkonsentrasi pada tiga bidang utama: akses dan layanan keuangan, layanan keuangan digital serta teknologi informasi, dan pemanfaatan data terpilah berdasarkan gender.
Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, menekankan pentingnya peran perempuan dalam mencapai target kepemilikan rekening nasional sebesar 80 persen (%).
"Keberadaan Satgas ini akan menjadi wadah koordinasi, komunikasi, serta pemantauan dan evaluasi yang memungkinkan semua pihak terkait dapat saling berbagi pengalaman," ungkapnya dalam Seminar Nasional "Kolaborasi dan Inovasi untuk Keuangan Inklusif bagi Perempuan" di Jakarta.
Kesenjangan Akses Keuangan Gender Masih Tinggi
Data dari Laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) tahun 2023 mengungkapkan adanya kesenjangan signifikan dalam akses keuangan antara perempuan dan laki-laki. Tingkat kepemilikan akun perempuan tercatat sebesar 74,3%, lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 78,3%.
Demikian pula dengan penggunaan produk dan layanan keuangan, di mana persentase perempuan (88,1%) masih tertinggal dibanding laki-laki (89,3%).
Anastuty Kusumawardhani, Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia, menegaskan bahwa Bank Indonesia telah memasukkan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu pilar dalam strategi ekonomi keuangan inklusif mereka.
Digitalisasi Sebagai Solusi Kesenjangan
Edwin Nurhadi, Direktur Inklusi Keuangan OJK, memandang layanan keuangan digital sebagai game changer dalam upaya menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif. Digitalisasi diyakini dapat menjembatani kesenjangan akses keuangan, tidak hanya antara gender tetapi juga antara wilayah perdesaan dan perkotaan.
Baca Juga: Alfatech Indonesia Pasarkan Produk Terbaru dari EcoFlow
Christina Maynes, Kepala Kantor dan Direktur Regional Asia Tenggara Women's World Banking, memaparkan data yang menunjukkan masih adanya kesenjangan gender di sektor UMKM digital. Hanya 44% pelaku UMKM perempuan digital yang mampu mempertahankan bisnisnya selama 3-5 tahun, dengan pendapatan rata-rata 22% lebih rendah dibandingkan pelaku UMKM laki-laki.
Kolaborasi Multipihak untuk Solusi Komprehensif
Satgas yang beranggotakan 24 institusi pemerintah dan penyedia jasa keuangan ini merupakan pengembangan dari jejaring yang telah dibentuk sejak tahun 2022 melalui kemitraan Women's World Banking dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Baca Juga: Geliat UMKM di 2024: Peluang dan Tantangan Transformasi Digital
Vitasari Anggraeni, Deputi Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women's World Banking, menekankan pentingnya digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan disabilitas dan perdesaan. "Riset kami menunjukkan bahwa perempuan di perdesaan memegang peran kunci dalam perluasan layanan keuangan," jelasnya.
Baca Juga: Pelaku UMKM Optimistis Usaha 2024 Masih Baik
Peluncuran Satgas ini mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Women's World Banking. [*]