Linikonomi.com - Baru-baru ini viral istilah Short Selling, apalagi istilah tersebut dalam kajian MUI haram. Simak dalam artikel lini ekonomi berikut tentang pengertian apa itu short selling.
Berdasarkan jurnal investasi, bahwa short selling, atau jual kosong, merupakan strategi investasi kontroversial yang memungkinkan trader meraup keuntungan dari penurunan harga saham.
Berbeda dengan pendekatan "beli murah, jual mahal" yang konvensional, short selling justru membalik urutan transaksi: jual dulu, beli kemudian.
Bagaimana Short Selling Bekerja?
Dalam praktiknya, trader meminjam saham dari broker, menjualnya di pasar, lalu berharap harganya turun.
Jika prediksi tepat, trader akan membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih rendah, mengembalikannya ke broker, dan mengantongi selisih harga sebagai keuntungan.
Fungsi Short Selling Pasar Modal
Short selling bukan sekadar alat spekulasi. Strategi ini memiliki beberapa fungsi penting:
- Peningkatan Likuiditas: Short selling menambah volume perdagangan, membuat pasar lebih likuid dan efisien.
- Penentuan Harga: Membantu menciptakan keseimbangan harga dengan memungkinkan ekspresi pandangan negatif terhadap suatu saham.
- Deteksi Fraud: Short seller sering menjadi garda terdepan dalam mengungkap kecurangan perusahaan.
- Manajemen Risiko: Investor dapat menggunakan short selling untuk melindungi portofolio mereka dari potensi penurunan pasar.
Baca Juga: Bocor! Saham Konglomerat Kena Borong Asing
Risiko Dibalik Potensi Keuntungan
Meski menjanjikan, short selling mengandung risiko signifikan:
- Kerugian Tak Terbatas: Berbeda dengan pembelian saham biasa di mana kerugian maksimal adalah 100 persen, potensi kerugian short selling tak terbatas jika harga saham terus naik.
- Short Squeeze: Fenomena di mana harga saham yang di-short justru melonjak, memaksa short seller membeli kembali saham dengan harga lebih tinggi untuk menutup posisi mereka.
- Biaya Pinjaman: Meminjam saham dari broker tidak gratis. Biaya ini bisa mengurangi atau bahkan menghapus keuntungan.
- Risiko Regulasi: Otoritas keuangan sering memperketat aturan short selling, terutama saat krisis, yang bisa mempengaruhi strategi trading.
- Risiko Recall: Pemilik saham bisa meminta kembali sahamnya kapan saja, memaksa short seller menutup posisi meski belum menguntungkan.
Baca Juga: Peluang Investasi Menggiurkan, Cek Pilihan Harga Emas Terkini Jumat (26/4/2024)
Kontroversi dan Perdebatan
Short selling kerap memicu perdebatan. Pendukungnya menyebut praktik ini sebagai mekanisme penting untuk efisiensi pasar dan penemuan harga.
Kritikus menganggapnya sebagai praktik manipulatif yang bisa memperparah penurunan pasar, seperti kata Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini.
Beberapa negara bahkan pernah melarang atau membatasi short selling selama krisis keuangan.
Namun, studi menunjukkan bahwa pembatasan ini justru bisa mengurangi likuiditas dan efisiensi pasar.
Short selling adalah strategi kompleks yang membutuhkan pemahaman mendalam tentang pasar dan manajemen risiko yang ketat.
Meski berpotensi menghasilkan keuntungan besar, risikonya juga signifikan. Bagi investor individu, penting untuk memahami mekanisme dan risiko short selling sebelum terjun menggunakannya.
Regulasi yang tepat dan transparansi menjadi kunci untuk memastikan short selling tetap menjadi alat yang bermanfaat bagi pasar modal, bukan sumber instabilitas.
Dengan pemahaman yang baik dan penerapan yang bijaksana, short selling bisa menjadi komponen penting dalam strategi investasi yang komprehensif.
(Artikel ini berdasarkan pada sintesis informasi dari berbagai jurnal akademik dan publikasi resmi tentang short selling).
Baca Juga: Langkah Penting Capital A dan AirAsia: Buka Awal Era Baru, Peluang Investasi
Sekait dengan mekanisme short selling di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan tanggapan apa-apa terhadap 10 bursa yang menginginkan short selling.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif, Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi tidak memberikan jawaban secara spesifik.
"Nanti dulu ya, saya pusing,” jelasnya usai dari ruangan Komisi XI DPR RI, Rabu (25/6/2024). [*]