Jakarta, LiniEkonomi.com - Sektor ekonomi digital Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, tercermin dari peningkatan penerimaan pajak yang mencapai Rp27,85 triliun hingga akhir Agustus 2024.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa angka ini merupakan akumulasi dari berbagai sumber pendapatan digital.
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, merinci bahwa penerimaan tersebut berasal dari beberapa komponen utama.
"Kontribusi terbesar datang dari Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) yang menyumbang Rp22,3 triliun," ungkapnya dalam keterangan resmi.
Selain PPN PMSE, sektor kripto juga memberikan andil signifikan dengan penerimaan pajak sebesar Rp875,44 miliar. Sementara itu, industri financial technology (fintech), khususnya peer-to-peer lending, menyumbang Rp2,43 triliun.
Tak ketinggalan, pajak yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) mencatatkan kontribusi sebesar Rp2,25 triliun.
DJP mencatat, hingga Agustus 2024, telah menunjuk 176 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Penunjukan terbaru di bulan Agustus meliputi THE World Universities Insights Limited dan Cloudkeeper (Singapore) PTE. LTD. Adapun Freepik Company, S.L mengalami pembetulan data pada periode yang sama.
Dari total pemungut yang ditunjuk, 166 entitas PMSE telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE. Rincian setoran PPN PMSE menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Tercatat Rp731,4 miliar pada 2020, meningkat menjadi Rp3,90 triliun di 2021, dan terus bertambah hingga Rp5,39 triliun pada 2024.
Dwi Astuti menekankan komitmen pemerintah untuk terus memperluas basis pemungutan pajak dari sektor digital.
"Kami akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE, terutama yang melakukan penjualan produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen Indonesia. Ini bagian dari upaya menciptakan kesetaraan berusaha antara pelaku usaha konvensional dan digital," jelasnya.
Penerimaan pajak dari sektor kripto juga menunjukkan tren positif. Hingga Agustus 2024, total penerimaan mencapai Rp875,44 miliar, dengan rincian Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar 2023, dan Rp408,16 miliar per Agustus 2024.
Komposisi penerimaan ini terdiri dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger sebesar Rp411,12 miliar dan PPN DN atas transaksi pembelian kripto senilai Rp464,32 miliar.
Sektor fintech, khususnya peer-to-peer lending, turut berkontribusi signifikan dengan total penerimaan Rp2,43 triliun hingga Agustus 2024.
Rinciannya meliputi Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun di 2023, dan Rp872,23 miliar per Agustus 2024. Penerimaan ini terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp765,27 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) senilai Rp354,2 miliar.
Serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,31 triliun. Pajak SIPP juga memberikan kontribusi penting dengan total penerimaan Rp2,25 triliun hingga Agustus 2024.
Angka ini merupakan akumulasi dari Rp402,38 miliar pada 2022, Rp1,12 triliun di 2023, dan Rp726,41 miliar per Agustus 2024.
Komposisi penerimaan SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp152,74 miliar dan PPN senilai Rp2,09 triliun.
DJP Fokus Optimalisasi Pajak Kripto, Fintech, dan SIPP
Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan pajak dari berbagai aspek ekonomi digital.
"Kami akan fokus pada pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman, serta pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui sistem informasi pemerintah," ujarnya.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat. Dengan pendekatan yang komprehensif, semoga sektor ini dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional di masa mendatang.
Perkembangan positif ini juga menunjukkan bahwa regulasi dan kebijakan pajak di sektor ekonomi digital mulai menunjukkan hasil yang nyata.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal pengawasan dan pemastian kepatuhan pajak dari pelaku usaha digital, terutama yang beroperasi lintas batas negara.
DJP terus melakukan inovasi dalam sistem perpajakan digital untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan model bisnis baru.
Tingkatkan SDM Pajak
Hal ini termasuk pengembangan platform digital untuk pelaporan dan pembayaran pajak yang lebih efisien, serta peningkatan kapasitas SDM pajak dalam memahami dan menangani transaksi ekonomi digital.
Seiring dengan pertumbuhan sektor ini, pemerintah juga harus terus memperbarui regulasi agar dapat mengikuti dinamika pasar yang cepat berubah. Kolaborasi dengan pelaku industri dan asosiasi terkait menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Baca Juga: Bebas Pajak 100 Persen, Begini Cara Beli Rumah Lengkap Syarat 2024
Peningkatan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital ini semoga dapat menjadi katalis bagi pembangunan infrastruktur digital di Indonesia.
Dengan demikian, akan tercipta siklus positif di mana pertumbuhan ekonomi digital akan semakin mendorong peningkatan penerimaan negara.
Keseimbangan antara optimalisasi penerimaan negara dan penciptaan iklim investasi yang kondusif menjadi kunci dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. [*]