LiniEkonomi.com - Rupanya ini induk bala yang bikin rupiah terjun bebas, sampai-sampai Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara, terkait anjloknya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), termasuk para pakar ekonomi.
Memasuki akhir pekan, Minggu (21/04/2024) seperti tercatat pada Jumat sore kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS senilai Rp 16.260.- Sehingga tutup poin 81 atau 0,50 persen.
Sejumlah pakar ekonomi memberikan pendapat tentang kurs rupiah terjun, ternyata induk bala rupiah terjun bukan saja konflik perang antara Iran-Israel. Melainkan ada beberapa hal, seperti kata Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF, Eisha Maghifuruha Rachbini.
Eisha Maghifuruha Rachbini mengemukakan bahwa, induk bala terjunnya rupiah lantaran dua hal, pertama inflasi lalu nilai tukar. Selain itu karena Indonesia masih ketergantungan terhadap luar negeri.
Impor salah satu penyebab bagi Indonesia, apalagi terkait makro ekonomi. Lalu bagaimana menjaga stablitas nilai tukar rupiah terhadap dolar?
Katanya, itu Bank Indonesia (BI) perlu menjaga inflasi dan nilai tukar rupiah, seperti yang telah ia kemukakan sebelumnya.
"BI harus jaga stabilitas, ketika emang nanti ada kenaikan depresiasi rupiah berdampak terhadap nilai tukar. Maka saya berpikirnya Bank Indonesia perlu stabilisasi terhadap nilai tukar," kata Eisha.
Bukan saja konflik sebagai induk bala rupiah terjun, tapi pengaruh terhadap harga global, seperti minyak dunia, seperti laporan LiniEkonomi sebelumnya, Senin, (25/03/2024) termasuk suku bunga acuan dari Bank Sentral Amerika Serikat alias FED, yang acap menunda pemangkasan suku bunga hingga ada keputusan Juni 2024.
FED ketika menahan suku bunga, tentu berdampak terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, ucap Asmiati Malik dari Associate Researcher Institute for Development of Economics and Finance.
Asmiati berkata, pengaruh suku bunga acuan tentu berimplikasi terhadap perputaran modal secara internasional. Bukan itu saja, juga berpengaruh terhadap investasi dalam negeri, yang memicu kurs rupiah melemah dari dollar Amerika Serikat yang cenderung menguat.
"Bank Sentral Amerika ketika masih menahan dan tidak melakukan pemangkasan terhadap suku bunga, sudah jelas rupiah akan terus anjlok dan mendapat tekanan," terang Asmiati saat diskusi online, Sabtu (20/4/2024).
Faktor biang kerok lainnya, selain suku bunga acuan, dan konflik perang global (Iran-Israel) adalah komoditas luar negeri untuk dalam negeri.
"Impor salah satu pemicu lainnya, dan Indonesia tetap jadi terdampak terhadap geopolitik di negara-negara lain, bukan saja dalam negeri. Kita masih sangat bergantung terhadap perdangangan luar negeri," terangnya.
Baca Juga: Konflik Iran-Israel: Harga Emas Meroket dan Minyak 'Menembus Langit'
Ini Siasat Menkeu Sri Mulyani Terhadap Kurs Rupiah
Menguatnya dolar terhadap rupiah kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantaran pengaruh ekonomi global.
Walau ada dampak terhadap impor ke dalam negeri, tapi bagi Menkeu Sri Mulyani, Indonesia dapat untung dari sisi ekspor.
"Sisi ekspor, penerimaan akan jauh lebih baik dengan nilai tukar dolar yang menguat. Namun, di sisi impor, konversi harga dolar terhadap rupiah akan lebih tinggi dan bisa berdampak pada inflasi di Indonesia," kata Sri Mulyani, saat wawancara bloombergtv untuk segmen Bloomberg Markets: The Close, 19 April 2024.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah Indonesia akan punya upaya dan tetap waspada terhadap situasi global.
"Saya yakin Indonesia akan tetap resilien dalam situasi ini," terangnya.
Ekspor salah satu siasat Menkeu Sri Mulyani, agar perekonomian Indonesia tetap stabil. Ia yakin, Indonesia optimis dan confident memiliki resiliensi ekonomi yang bagus.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp 16.250 Per Dolar AS Bikin UMKM Ambruk ?
"Ya, seperti saat melewati krisis pandemi lalu," ringkasnya.
Terkait suku bunga acuan dan inflasi global, "Saya yakin ekonomi Indonesia akan tetap terjaga sesuai target, didukung oleh sisi ekspor yang kuat dan neraca perdagangan yang surplus," tutup Sri Mulyani Direktur Pelaksana Bank Dunia periode 2010-2016. [*]