LiniEkonomi.com - Bisnis penjualan foto presiden dan wakil presiden terpilih telah menjamur di sejumlah tempat. Namun, keabsahan foto yang dijual masih dipertanyakan.
Menanggapi hal tersebut, Dr. (C) Irsan Mulyadi, S.Sos., M.I.Kom kepada LiniEkonomi.com, memberikan pandangan kritis terkait potensi penyebaran foto editan yang belum resmi.
Dalam analisisnya, Irsan mencatat beberapa poin penting. Pertama, hingga saat ini belum ada foto resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029.
Kedua, latar belakang foto yang dijual mirip dengan foto resmi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, menimbulkan kecurigaan bahwa foto tersebut merupakan hasil editan.
"Dua poin tadi menjadi landasan saya mengingatkan rekan yang menjadi duta penyampai informasi kepada khalayak, bukankah kita sepakat tidak menyebarkan informasi yang tidak valid kepada masyarakat?" tegas Irsan.
Irsan menegaskan bahwa hakikat fotografi jurnalistik adalah penyampaian fakta. Meskipun peristiwa yang difoto adalah pedagang menjual foto presiden dan wakil presiden, namun jika foto yang dijual adalah editan dan belum resmi, maka informasi yang disebarkan kurang valid.
"Bagaimana jika foto yang dijual pedagang tersebut, dipasang di dinding-dinding sekolah, kantor, dan lain-lain? Dibeli dari sekarang dan kita lihat dua, tiga tahun lagi, dan ternyata benar apa yang saya sampaikan bahwa foto itu adalah editan," ujar Irsan.
Irsan mengingatkan pentingnya memverifikasi keabsahan foto resmi sebelum menyebarkannya kepada publik. Sebagai jurnalis foto, tugas utama adalah menyampaikan fakta, bukan menyebarkan informasi yang belum valid.
Dalam kaitannya dengan bisnis penjualan foto, Irsan mengimbau para pedagang untuk menunggu foto resmi dikeluarkan oleh pihak berwenang sebelum memproduksi dan menjualnya. Hal ini untuk menghindari penyebaran informasi yang keliru dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang diterima.
Dengan demikian, proses verifikasi yang ketat dan penghormatan terhadap fakta menjadi kunci dalam menjaga integritas penyampaian informasi, baik bagi jurnalis foto maupun pelaku bisnis terkait.
Peraturan Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden
Adapun aturan cara pemasangan foto Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tertuang dalam Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2019.
Panduan pemasangan foto pada sejumlah tempat, sebagai bentuk penghormatan terhadap kepemimpinan nasional.
Namun, terdapat pedoman dan aturan yang harus kamu ketahui dalam pemasangan foto tersebut agar terlihat sopan dan profesional.
Menurut aturan yang telah berlaku sejak Oktober 2019 tentang "Pemasangan Simbol-simbol Negara di Satuan Pendidikan" Bisa kamu catat sebagai berikut ini, sebagaimana terbitan pada laman situs kemdikbud.go.id.
Pedoman Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden
- Lokasi Pemasangan: Sesuai Pasal 53 ayat (1) UU 24/2009, lambang negara harus dipasang di gedung atau kantor presiden dan wakil presiden, kantor lembaga negara, instansi pemerintahan, sekolah, kantor, perusahaan swasta, organisasi, dan lembaga lainnya.
- Posisi Foto: Foto resmi presiden dan wakil presiden harus dipasang sejajar, dengan posisi lebih rendah dibandingkan lambang negara burung garuda.
Aturan ini juga menyebutkan bahwa lambang negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada bendera negara.
- Ukuran dan Bingkai: Ukuran foto dan bingkai harus disesuaikan dengan luas ruangan. Ketentuan kertas foto menggunakan Art Carton dengan berat 260 gram dan empat warna offset.
Jika menggunakan kertas A2, tingginya 64,5 cm dan lebarnya 48,6 cm. Jika menggunakan kertas A3, tingginya 42,5 cm dan lebarnya 32 cm. Foto harus dibingkai rapi dengan pigura berbahan kayu atau aluminium.
Baca Juga: Gawat! Ekonomi Indonesia Bisa Disrupsi Akibat Timur Tengah: Minyak dan LPG Bakal Langka?
Maka dari itu pedagang yang menjajakan foto dan bingkai pun agar mengikuti aturan ini untuk memastikan bahwa simbol-simbol negara dihormati dan diperlakukan dengan semestinya. [*]